Oleh Harris Vandersloot Laoh
Jakarta, SulutMaju.Com- Untuk pertemuan yang ke-3 (tiga) sekaligus brainstorming Grup Kawanua “Torang Matuari”, digelar di Resto Raja Oci, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 21 Februari 2025.
Pertemuan pertama dan kedua sudah dilakukan di Hotel Grand Hyatt dan di Resto Angke, MOI, Kelapa Gading.
Diskusi di Raja Oci Tebet, masih dengan tema yang sama yakni: “Peran Ke Kawanuaan dalam Ke Indonesia-an pada Era Pemerintahan Prabowo Menuju Indonesia Emas 2045”.
Pada pertemuan kali ini ada ketambahan Tou Kawanua yang hadir, masing-masing, Laksdya TNI (Purn) Dr Desy Mamahit (Mantan Kepala Bakamla RI) Mayjen TNI (Purn) Ivan Pelealu, SE MM (Mantan Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Strategi Lemhanas RI), Pdt Tresje Mambo, STh, Dr Merdy E.Rumintjap, MSc (Penulis/Pengajar/Producer Film), dan Jhon Dumais (Mantan Ketua Komisi I DPRD Sulut)
Sedangkan Tou Kawanua lain yang hadir sejak pertemuan pertama hingga ketiga, masing-masing, Philep Pantouw (Politisi Senior dan Pengusaha), Irjen Pol Dr Winston Tommy Watuliu (Pati Baintelkam Polri/BIN), Assoc Prof Ir W.Donald R. Pokatong, MSc Phd (Universitas Pelita Harapan), dr Roy G.A.Massie, MPH PhD (Universitas Pelita Harapan/Peneliti Senior BRIN), Pdt Dr Efraim Jerry Tawalujan, MTh (Politisi), Irjen Pol (Purn) Dr Ronny F.Sompie, SH, MH (Mantan Dirjen Imigrasi/Mantan Kapolda Bali), Dr Max Wilar (Admin Kawanua Informal Meeting), Drs Berni Tamara (Politisi Senior/Mantan Anggota DPR RI) Ali Hardi Kiai Demak (Politisi Senior/Mantan Anggota DPR RI), Dr Sonny Wuisan, SH, MH, CRA, CLA (Advokat/Kurator), Dolfie Rompas, SH, MH (Advokat), Roy Pantouw, SH (Advokat), Rommy Pantouw, SE, (Anggota Bravo 5), dan Harris Vandersloot Laoh, S.Sos (Jurnalis/Praktisi Media).
Pertemuan dan diskusi yang dimulai pukul 05.00 WIB itu diawali dengan doa oleh Pdt Tresje Mambo, MTh, dilanjutkan pengantar diskusi oleh dua moderator yakni Donald Pokatong dan Roy Massie, yang menyampaikan kerangka materi pembahasan.
Kesempatan pertama secara spontan disampaikan Ali Hardy Kiai Demak, yang mengusulkan agar pertemuan ketiga ini, untuk fokus membahas topik dan isu-isu aktual baik berskala nasional maupun skala regional khususnya di Sulawesi Utara (Sulut).
Menurutnya untuk isu skala nasional yang sedang dihadapi pemerintahan Prabowo adalah masalah-masalah hukum. Salah satunya adalah belum tuntasnya kasus Harun Masiku. “Kasus hukum seperti ini masih menjadi PR dan dihadapi pemerintahan Prabowo,” ujarnya.
Isu lain yang perlu mendapat perhatian peserta diskusi, kata Ali Hardi adalah mengenai munculnya sejumlah tagar yang menjadi perbincangan hangat masyarakat, seperti tagar “Indonesia Gelap” dan “KaburAjaDulu”.
Menurut hematnya, isu-isu ini perlu diantisipasi forum diskusi Torang Matuari, untuk memberi pemikiran dan solusi kepada pemerintahan Presiden Prabowo, agar supaya isu-isu seperti ini tidak makin meluas dan tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Irjen Pol (Purn) Ronny F. Sompie, yang hadir di diskusi menilai, isu tagar “Kabur Aja Dulu” dan “Indonesia Gelap”, sebetulnya merupakan permainan para influencer, youtuber dan tiktoker, yang ingin mengambil kesempatan menggarap isu dikalangan masyarakat guna memperoleh subscriber atau “like” guna mendapatkan follower untuk meraup keuntungan pribadi.
Kata Ronny Sompie, di era teknologi media sosial saat ini para influencer banyak memanfaatkan untuk mencari peluang guna mendapatkan follower. Dan tagar-tagar seperti itu merupakan isu-isu sensitif yang diambil dari persoalan di masyarakat yang mungkin tidak puas dengan kinerja pemerintahan, terlebih para lawan politik Prabowo.
Pada bagian lain, Sompie juga melemparkan ke forum diskusi mengenai permasalahan program pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan terjadinya banyak kasus tragis yang dihadapi TKI, termasuk yang terjadi pada TKI dari Sulut di Kamboja.
Ronny mengakui, pengalamannya saat menjabat Dirjen Imigrasi, bahwa sistem pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sepenuhnya belum diatur sesuai prosedur yang benar.
“Maka jangan heran para tenaga kerja yang dikirim sering terkena jebakan para mafia yang mencari tenaga kerja, yang kemudian berujung terjadinya tindak pidana perdagangan orang atau TPPO,” ujar Mantan Kapolda Bali ini.
Menurut Ronny, salah satu kelemahan lain mengenai persoalan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri adalah pada proses penerbitan paspor. Ketika paspor dikeluarkan dan diberikan kepada para calon tenaga kerja atas permohonan perusahaan pengiriman tenaga kerja, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap TKI, yakni mendapatkan majikan yang benar dan sebaliknya mendapat majikan yang tidak sesuai yang diharapkan alias mafia.
Ia menjelaskan, kelemahan lain yang dilakukan perusahaan pengiriman tenaga kerja dalam permohonan visa selalu menggunakan visa kunjungan dan bukan kerja. “Inilah yang diduga menjadi permainan para mafia di luar negeri untuk mengarahkan dan memperlakukan tenaga kerja Indonesia sesuai keinginan mereka,” ungkapnya.
Dia mengusulkan agar kementerian tenaga kerja perlu lebih selektif dalam mengeluarkan rekomendasi dan perizinan terhadap perusahaan pengiriman tenaga kerja. “Karena banyak perusahaan setelah mendapatkan izin dari kemenaker, banyak pula yang kemudian menyalahgunakan perizinan tersebut dalam pengiriman tenaga kerja,” tambahnya.
Sementara Irjen Polisi Tommy Watuliu, menilai persoalan tenaga kerja, ada yang salah dalam kebijakan atau policy yang dibuat pemerintah, dalam hal ini instansi terkait. “Kenapa ini semua terjadi adanya kasus korban TPPO, berarti ada yang salah dalam policy-nya, yang dibuat oleh instansi terkait,” kata Tommy.
Menurutnya, kesalahan-kesalahan dalam menyusun peraturan dan persyaratan yang dibuat instansi tenaga kerja terkait, itu yang harus dikaji oleh forum diskusi, yang kemudian hasil rumusannya disampaikan ke pemerintahan Presiden Prabowo dan DPR RI.
Pada bagian lain, Tommy banyak menyinggung permasalahan pembangunan yang terjadi di Sulut, salah satunya adalah soal pertambangan. Sebaiknya menurut Tommy, investor yang mengelola pertambangan di Sulut, khususnya tambang emas, sebaiknya ada perjanjian antara pemerintah daerah dan investor, khususnya pembagian hasil dan kontribusi untuk pembangunan daerah.
“Katakanlah investor tambang emas PT Meares Soputan Mining (PT MSM) yang dimiliki Taipan Peter Sondakh, yang perusahaan tambangnya sudah bertahun-tahun melakukan eksplorasi di wilayah Minahasa Utara (Minut). Nah apa yang sebetulnya yang sudah dibuat Peter Sondakh untuk daerah Sulut?,” ujar Tommy mempertanyakan.
Seharusnya lanjut Tommy, emas ber ton-ton yang sudah dikeruk dari Sulut, mestinya sudah ada kontribusi untuk pembangunan di daerah. “Katakanlah, sudah ada sekolah unggulan yang dibuat, atau sudah ada gedung yang tinggi dibuat di Minut atau Manado, atau sudah banyak beasiswa yang diberikan bagi anak-anak sekolah di Sulut. Hal-hal komitmen seperti ini yang diperlukan sebetulnya terhadap investor. Bukan sebaliknya hasil dari tambang emasnya di Sulut hanya digunakan membangun gedung-gedung tinggi di Jakarta. Mungkin ada banyak gedung yang dibangun Peter Sondakh di Jakarta, salah satunya merupakan hasil dari tambang emas di Sulut,” kata jenderal polisi bintang dua yang aktif sebagai intelejen di Baintelkam Polri dan BIN ini.
“Kita tidak tahu sudah berapa banyak emas yang diproduksi, dan sudah berapa banyak emas yang dibawah dari Minut oleh PT MSM,” tambah Tommy yang peduli untuk Sulut ini.
Tommy juga menyoroti kehidupan masyarakat di Minut yang masih banyak yang miskin, dan perlu ada perhatian. “Itulah kita harapkan ada yang dibuat investor tambang emas di Minut untuk peduli terhadap nasib masyatakat setempat dimana lokasi tambang itu berada,” ujarnya.
Tou Kawanua lain yakni Mantan Kepala Bakamla dan Mantan Rektor Universitas Pertahanan, Laksdya (Purn) Dr Desy Mamahit, PhD, yang hadir dalam diskusi memberi masukan keterkaitan kasus TKI korban TPPO untuk menjadi perhatian bersama.
Lanjut Mamahit, persoalan TPPO dan tenaga kerja imigran gelap ini sudah lama terjadi hingga saat ini. Karena itu dia mengharapkan bagaimana tim diskusi ini membuat pokok-pokok persoalan yang terjadi beserta kekeliruan kebijakan yang dibuat instansi terkait ketenagakerjaan, untuk diteruskan ke presiden Prabowo.
Mamahit kemudian menceritakan, bahwa umumnya alasan mereka-mereka yang ingin ke luar negeri atau bekerja diluar negeri, termasuk dari TKI Minahasa, karena ingin mengharapkan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Karena itu Mamahit mengusulkan, sebaiknya Sulut khususnya Minahasa, perlu berbenah dan mempersiapkan sejak dini mengenai semua potensi yang dimiliki, guna menyambut Indonesia Emas 2045 mendatang.
Menurutnya, harus ada langkah-langkah apa yang harus dipersiapkan Minahasa ke depan, agar supaya Minahasa menjadi tuan rumah yang baik. Sebaliknya bukan yang kemudian orang dari suku lain yang datang di Minahasa sudah menjadi tuan rumah, ini yang harus dipikirkan bersama dan diantisipasi.
“Apa keunggulan yang dimiliki Minahasa, apakah cengkih, kelapa, pendidikan, pariwisata, budaya, atau industri. Harus fokus pada apa yang harus ditonjolkan, agar dikenal di dunia internasional. Jika mengandalkan pariwisata, mari kita mengelola pariwisata dengan baik destinasi-destinasi yang ada agar dikenal oleh turis luar negeri,” katanya.
“Demikian juga apakah kita mengandalkan cengkeh atau kelapa, kita harus bisa mengolah hasil bumi tersebut menjadi satu produk unggulan yang dikenal di dunia, bahwa Minahasa terkenal karena produk-produk dari bahan kelapa atau cengkeh tersebut,” ujar Mamahit memberi contoh.
Lanjut jenderal angkatan laut bintang tiga ini, ada tiga yang harus dikedepankan orang Minahasa. Pertama, Minahasa harus menjadi tuan rumah di Minahasa sendiri.
Kedua, orang Minahasa harus bangkit me-nasional bahkan ke internasional. Ketiga, orang Minahasa harus eksis dimana dia berada dan dia berdiaspora.
Tokoh Kawanua Philip Pantouw sebagai Penggagas dan fasilitator diskusi mengatakan, hasil diskusi yang sudah dillakukan Grup Kawanua Torang Matuari, yang sudah tiga kali melakukan pertemuan bahwa hasil diskusi akan diperjuangkan dan bisa menjadi political will dari pemerintah.
Philip menyatakan optimis melihat peluang dalam pemerintahan Prabowo, yang bisa menampung dan menerima hasil dan kajian diskusi ini.
Philip juga optimis dengan Presiden Prabowo sebagai keturunan Minahasa, Sulut, bisa mengakomodir berbagai masukan ini, apalagi menyangkut kebijakan ekonomi dan pembangunan. “Sebab Pak Prabowo adalah putra dari begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, yang dijuluki Guru Ekonomi Bangsa. Dan Pak Prabowo pernah mengatakan, bahwa beliau adalah pengagum Sumitroisme dibidang ekonomi,” tegas Philip.
Philip juga mengusulkan, forum ini perlu memberi masukan secara politis ke Presiden Prabowo, baik isu-isu yang terjadi di masyarakat, maupun program-program Prabowo ke depan, untuk diharapkan ke depan ada tindak lanjut antara program yang dijalankan Prabowo dengan Grup Kawanua Torang Matuari.
Pada bagian lain Philip tetap memperkuat bahwa Sulut harus membentuk kawasan ekonomi tripartit dengan dua provinsi tetangga (Gorontalo dan Maluku Utara), yang tujuannya untuk terciptanya kekuatan dan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia.
Dikatakan, Sulut, Maluku Utara dan Gorontalo yang disingkat Sumago, sangat mungkin untuk menjadi kekuatan Kawasan Timur Indonesia, sebab tiga wilayah provinsi sangat strategis dikawasan Asia Pacific, dan punya hasil alam yang melimpah.
Langkah-langkah itu bisa dilakukan melalui pertemuan tiga gubernur yakni gubernur Sulut, Malut dan gubernur Gorontalo. Menurut Philip hal ini penting, jika kawasan Sumago tercipta maka semua kabupaten dan kota khususnya di Sulut, akan semakin solid bekerja menuju kemakmuran bersama, dan tidak ada lagi riak-riak mendirikan provinsi yang baru.
Pernyataan Philip Pantouw kemudian di dukung oleh Advokat Sonny Wuisan. Menurut Sonny, jika kawasan ekonomi Sumago ini tercipta, maka tidak sedikit proyek infrastruktur aksn dibangun dikawasan ini, terutama di Sulut.
“Menurut hemat saya pembangunan Sulut ke depan perlu menghadirkan banyaknya infrastruktur, baik pembenahan infrastruktur pelabuhan, jalan, perbaikan bandara, dan infrastruktur untuk kepentingan masyarakat umum,” tutur Sonny.
Karena itu, lanjut Sonny, apa yang digagas Philip Pantouw mengenai pembangunan kawasan ekonomi tripartit tiga provinsi dengan sebutan Sumago, perlu didukung bersama, untuk dijadikan program yang diseriusi.
Sonny juga mengusulkan agar gagasan pembangunan kawasan ekonomi Sumago tersebut harus segera dimulai dengan langkah-langkah konkret, seperti seminar yang menghadirkan tiga gubernur Sumago, ditambah menteri terkait dan dari Komisi DPR RI terkait.
Selain seminar langkah konkret lain menurut Sang Kurator ini adalah membentuk tim kecil Sumago, dan melalui tim ini melakukan audiensi dengan ketiga gubernur tersebut, agar fokus menangani rencana tersebut.
Pendapat Sonny Wuisan dan Philip Pantouw diperkuat oleh Dolfie Rompas, yang adalah Advokat senior Ibukota. Dolfie menjelaskan, forum diskusi Torang Matuari untuk segera membentuk pokja percepatan pembangunan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia, yang melibatkan tiga provinsi Sumago.
Dolfie menjelaskan, ide pembangunan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia atau Sumago, perlu disambut gembira dan harus segera action, karena ini adalah kesempatan disaat Prabowo sebagai Presiden, yang mempunyai garis keturunan Minahasa, Sulut.
Dolfie mengusulkan, agar pokja Sumago segera dibuat legal standing beserta dengan visi misinya. Kemudian membuat langkah konkret dalam bentuk forum seminar menghadirkan tiga gubernur Sumago, menteri, instansi terkait dan komisi DPR RI terkait.
Dolfi yakin jika rencana pembangunan kawasan ekonomi Sumago ini bisa diterima Presiden Prabowo. “Alasannya Pak Pranowo adalah pemimpin yang memiliki jiwa ksatria dan sportif. Selain itu Pak Prabowo memiliki sifat keterbukaan dan apa adanya. Jika Prabowo bicara A maka harus A dan tak ada cawe-cawe,” jelas Dolfie.
Dolfi menegaskan, cita-cita Presiden Prabowo adalah menjunjung tinggi bangsa Indonesia, yang harus benar-benar menjadi bangsa yang bermartabat.
“Sekali lagi ini adalah momentum kita, Pak Prabowo yang punya darah Minahasa, untuk bagaimana kita bersama-sama dengan Pak Gubernur Sulut Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, membuat sejumlah terobosan pembangunan demi masa depan masyarakat Sulut,” ungkapnya.
Sementara Max Wilar sebagai admin Kawanua Informal Meeting (KIM) melontarkan beberapa materi dan program yang menarik untuk dibahas sebagai masukan bagi pemerintahan Prabowo, antara lain, efisiensi kabinet Merah Putih, food estate, ketahanan pangan, dan kehadiran Danantara.
Materi yang disebutkan Max Wilar diatas kesemuanya merupakan public policy Presiden Prabowo. “Kita perlu mengkritisi sejauh mana kebijakan dan program Pak Prabowo di bidang food estate, Danantara, efisiensi anggaran, khususnya sejauh mana manfaat untuk masyarakat. Karena justru ditengah munculnya program-program yang dirasa baik untuk rakyat oleh Pak Prabowo, tapi disisi lain para mahasiswa mulai protes melalui beberapa unjuk rasa, dan munculnya tagar Indonesia Gelap,” kata Max.
Pada bagian lai, Max menyoroti mengenai masa depan SDM asal Sulut, yang saat ini untuk studi di luar negeri sangat kurang dan sedikit. Umumnya para kawanua di luar negeri tidak memikirkan untuk sekolah atau kuliah, tapi hanya fokus bekerja. Hal-hal inilah yang harus didorong baik oleh pemerintah daerah maupun melalui grup Torang Matuari. “Kita kalah dengan daerah lain menyangkut jumlah kelulusan sarjana dari luar negeri,” ungkap Max.
Selain SDM, Max juga menyoroti jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship para pemuda di Sulawesi Utara, yang kurang diperhatikan pemerintah daerah. “Karena itu kita perlu mendorong Gubernur Sulut Yulius Selvanus, untuk menciptakan pemuda-pemuda trampil yang bisa melahirkan para entrepreneurship diberbagai bidang usaha. Karena dengan entrepreneurship yang baru bisa menciptakan lapangan kerja, yang bisa memperkuat daya beli di daerah,” tambah Max.
Tommy Watuliu menambahkan mengenai entrepreneurship di Sulut, agar bisa meniru cara-cara yang dilakukan di Amerika. “Di Amerika, warganya saling berkompetisi dalam hal talent entrepreneurship. Kita di Sulut untuk bisa seperti itu,” ujar Tommy.
Tommy juga mengatakan, Warga Sulut harus menguasai UKM. “Kita harus unggul dari para pendatang. Sebagai daerah sendiri kita jangan jadi penonton, harus melebihi dari warga pendatang yang saat ini datang membuka usaha di Sulut, seperti usaha pangkas rambut, bengkel, laundry dan sebagainya. Orang-orang torang yang harus unggul pada usaha-usaha itu di Sulut,” ujarnya.
Berbicara peningkatan taraf hidup warga Sulut, mendapat perhatian Tokoh Kawanua lain yakni Mayjen TNI (Purn) Ivan Pelealu yang hadir di diskusi.
Ivan Pelealu mengusulkan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan khususnya bagi para petani di desa di Sulut, adalah memanfaatkan lahan yang tak produktif menjadi lahan yang produktif.
“Saat ini banyak lahan pertanian di desa tidak lagi produktif. Bagaimana kita bersama pemerintah daerah dan pemerintah pusat mendorong petani dan pemilik lahan untuk menanam dengan tanaman komoditi yang hasilnya bisa di ekspor ataupun bisa menjadi program hilirisasi agro sesuai program pemerintah dibidang hilirisasi,” kata Mantan Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Strategi Lemhanas RI.
Program pemanfaatan banyak lahan pertanian ini, menurut Ivan bisa dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah pusat, dan program ini nantinya untuk bisa diresmikan oleh Presiden Prabowo.
Sedangkan Tou Kawanua lain Berni Tamara pada diskusi lebih menyoroti soal pembahasan kebudayaan. Menurut Bernie, Yayasan Pengembangan Kebudayaan Minahasa (YPKM) sudah 20 tahun lebih berdiri, dan secara periodik melaksanakan berbagai kegiatan kebudayaan, yang antara lain sebagai bentuk penguatan dan pengembangan budaya daerah untuk kebudayaan nasional.
Berni Tamara yang juga sebagai Ketua YPKM, mengungkapkan, Pra-kongres YPKM sudah dilakukan 2022 lalu dan dihadiri Wapres Maruf Amin.
Pada saat itu, kata Bernie, Wapres Maruf Amin mengatakan, budaya lokal sangat bermanfaat untuk menjadi akar penting bagi kerukunan umat dan kerukunan rakyat di Indonesia.
“Salah satu unsur penting menurut Wapres, pada saat membuka Pra-Kongres Kebudayaan Minahasa, adalah nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan yang ada di balik dari local wisdom,” ujar Bernie.
“Bahwa Wapres berpandangan pentingnya membangun budaya lokal untuk kepentingan budaya nasional, terutama untuk membangun persaudaraan agar ikatan antara satu budaya dan budaya yang lain dapat menunjukkan Indonesia sebagai negara yang berlatar belakang suku yang berbeda-beda namun tetap bisa menjaga nilai persaudaraan,” ungkapnya.
Untuk itu Bernie Tamara berencana dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar Kongres Budaya Minahasa, dan akan mengundang Presiden Prabowo untuk membuka pelaksanaan kongres tersebut.
Beberapa tokoh perempuan asal Sulut yang hadir seperti Merdy Rumintjap, lebih memilih mengangkat isu-isu lingkungan, seperti pengolahan sampah.
Kata Merdy, sampah dapat diolah menjadi berbagai hal, seperti pupuk, kerajinan, ataupun biogas. Sampah juga dapat didaur ulang menjadi barang baru yang layak fungsi.
Alasan Merdy pentingnya pengolahan sampah, agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan, melestarikan sumber daya alam, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan terutama menjadikan lingkungan lebih bersih dan sehat. “Melalui Torang Matuari, bisa memikirkan pengolahan sampah ini,” tambah Merdy.
Sedangkan Pdt Tresje Mambo, dalam diskusi mengusulkan program-program yang dibahas Grup Kawanua Torang Matuari, untuk lebih konkrit dan nyata.
“Jika program konkritnya sudah ada, maka segera melakukan launching dalam bentuk acara resmi yang dihadiri pemerintah dalam hal ini Presiden Prabowo,” tambah Pdt Mambo.
Tokoh lain, Mantan Ketua Komisi I DPRD Sulut Jhon Dumais, yang menyempatkan diri hadir, mengusulkan agar Tou Kawanua harus tampil mengawal kepemimpinan Pemerintahan Prabowo, karena Presiden Prabowo mewarisi banyak masalah dari sistem yang berjalan.
Menurut Jhon Dumais, ada banyak Undang-Undang (UU) dan Peraturan Perundang-Undangan yang keluar bermasalah, baik disisi pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan.
Jhon memberikan contoh, seperti UU Pemerintahan sudah 4 kali mengalami perubahan sejak keluarnya UU No 5 Tahun 1974.
“Tou Kawanua harus tampil terdepan mengawal kebijakan dengan kritik yang konstruktif yang disertai dengan solusi. Sebagaimana Tou Kawanua yang dahulu berani mengambil sikap yang berbeda ketika mengalami ketidakadilan dan ketimpangan pembangunan,” harap Jhon Dumais.
Pada bagian akhir Tokoh lain Yerry Tawaluyan yang hadir, menyampaikan, diskusi Grup Kawanua Torang Matuari sebagai kelompok kreatif minority untuk perlu membuat momentum politik ke depan agar hasil diskusi di dengar hingga ke Presiden Prabowo.
“Karena jika meskipun suara minority, tapi jika dilakukan dengan efektif dan berkala dan disiarkan media massa, maka satu saat akan mengalahkan suara mayority,” kata Tawaluyan.
Karena itu Tawaluyan mengusulkan adanya peran media massa dalam setiap diskusi. “Perlu dipikirkan agar setiap melaksanakan diskusi seperti ini, perlu juga mengundang media mainstream untuk meliput. Tawaluyan mengusulkan ini, karena banyak aktivis di Jakarta naik daun merupakan hasil dari polesan dan peran media massa, nama mereka terkenal karena dibesarkan oleh media,” cetus Yerry Tawaluyan.
Yerry juga mengusulkan, agar setiap diskusi seperti ini untuk selalu dibuat dalam bentuk podcast dan disiarkan di media sosial. “Jadi Grup Kawanua Torang Matuari perlu memikirkan, semua hasil diskusi baik audio visualnya direcord melalui kamera shooting,” tambahnya. (…)
Tinggalkan Balasan