Manado, SulutMaju.Com – Menyikapi pendapat Pakar Hukum Pidana Dr Santrawan Paparang, MH sekaligus Advokat, yang mengatakan pihak Polda Sulawesi Utara (Sulut) tak perlu mempresure pihak-pihak yang diduga terlibat dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah GMIM sebesar Rp 21 miliar, namun bisa menggunakan cara restorative justice, hal ini ditentang oleh Praktisi Hukum sekaligus Pengacara Senior Johannes Budiman, SH.
“Menurut hemat kami sangat miris mengenai apa yang disampaikan oleh rekan Advokat Santrawan Paparang di manadopost.com, Jumat (18/4/2025), jika kasus dana hibah Sinode GMIM dilakukan melalui restorative justice, sebab pada prinsipnya korupsi adalah musuh kita bersama,” tegas Budiman.
Menurut Budiman, restorative justice itu bisa berlaku untuk tindak pidana umum dan ringan sifatnya. “Tapi kalau sudah bicara korupsi itu musuh negara dan musuh Kita Bersama,” ujarnya.
“Saya sebagai Advokat perlu memberikan atau membagikan dasar-dasar hukum. Menurut pendapat saya penahanan terhadap ke-5 (lima) tersangka adalah sah menurut hukum,” tambah Budiman.
Alasan Budiman: Pertama, Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) extenso berbunyi sebagai berikut: Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini tentang: a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, b.Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Lanjut Budiman, Kedua, Pasal 1 angka 1 angka 10 huruf a dan angka 21 KUHAP berturut turut in extenso berbunyi sbb: Pertama, Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri similar tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang untuk melakukan penyidikan.
Selanjutnya dijelaskan, (Angka 10) Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang undang ini tentang: a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan àtau penahanan atas permintaan tersangka dan keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
Selanjutnya (Angka 21) Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalah hal ini serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Ketiga, Pasal 21 ayat (1), (2), (3) dan (4) huruf a KUHAP in extenso berbunyi:
Singkatnya menurut kami selaku Advokat dan Pengamat Hukum bahwa penahanan yang dilakukan oleh Direskrimumsus Polda Sulut adalah sah menurut hukum, dan sesuai Pasal 124 KUHAP in extenso. Tersangka mempunyai Hak melalui Keluarga atau Penasihat Hukum dapat mengajukan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk diadakan.
Menurut Budiman, Praperadilan guna memperoleh putusan apakah penahanan atas diri tersangka tersebut sah atau tidak sah menurut undang-undang tersebut.
Ia menjelaskan, apalagi sesuai pengamatan kami bahwa Penyidik Reskrimsus Polda Sulut telah mengantongi bukti-bukti yang cukup extenso pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu alat bukti yang sah seperti:
a.Keterangan saksi saksi.
b.Keterangan saksi ahli.
c.Surat
d.Petunjuk.
e.Keterangan tersangka.
“Inilah yang sering kami sampaikan dibeberpa media bahwa tindakan Tim Reskrim Polda Sulut, tidak serta merta atau simsalabim menetapkan seorang menjadi tersangka kemudian melakukan penahanan, jadi penahanan kepada kelima tersangka adalah sah menurut hukum,” kata Budiman. (**)
Tinggalkan Balasan